Sunday, May 11, 2014

Rahsia-Rahsia Tawaf Dan Sa'ie

Ketika berihram dan bertalbiah terdapat penyahutan terhadap seruan Allah azzawajalla.

Ketika masuk Makkah terdapat peringatan tentang ketibaan ke Haram Allah, maka hendaklah ia merasa bimbang kalau-kalau ia bukan ahli yang boleh mendekatkan diri ke situ, dan hendaklah ia berharap rahmat Allah.

Ketika melihat Rumah Suci akan mengingatkan kebesaran Rumah itu di dalam hati dan meletakkan penuh harapan untuk dapat melihat Allah, Tuhan kepada Rumah Suci itu, kerana perasaan mengagungkan yang timbul dalam hati terhadap Rumah itu.

Ketika bertawaf mengelilingi Rumah Allah itu sepatutnya ia merasakan dirinya seperti para Malaikat Muqarrabin yang sentiasa berada di sekitar Arasy Allah Ta’ala dan sedang bertawaf di sekelilingnya. Seterusnya maksud dari bertawaf itu bukanlah tawafnya tubuh badan yang kasar, malah tawafnya hati sanubari dengan mengingat kepada Tuhan.

Ketika bergayut pada tabir-tabir Ka’abah dan melekapkan tubuh di al-Multazam, melambangkan permintaan untuk mendekatkan diri kepada Allah s.w.t. kerana kecintaan dan perasaan rindu kepada Rumah Allah itu dan Tuan Punya Rumah tersebut dan mengambil keberkatan dengan berdekatan dan bersentuhan itu. Seterusnya untuk mengulang sekali lagi permintaan keampunan dan keamanan dari Allah Ta’ala, laksana seorang yang banyak dosanya sedang berpaut pada baju orang yang berdosa kepadanya, mengharapkan dengan penuh rendah diri akan keampunannya, seraya menunjukkan bahawa tiada tempat lain yang ia boleh berlindung lagi, melainkan kepada orang itu saja. Jadi dia tiada akan melepaskan orang itu, walau bagaimana sekalian melainkan sesudah mendapat keampunan dan keredhaan darinya.

Ketika Sa'ie antara Safa dan Marwah, melambangkan betapa seseorang hamba itu sentiasa dalam kebimbangan tentang kemusnahan harta miliknya, dengan berulang kali pergi dan kembali untuk menunjukkan keikhlasan dan perkhidmatannya, sambil mengharapkan perhatian Tuhan dengan pandangan penuh rahmat dan belasa kasihan, laksana seorang rakyat biasa yang datang untuk menghadap raja, kemudian keluar semula, sedangkan dia tiada mengetahui apa yang akan diputuskan oleh raja itu terhadap permohonannya sama asa dikabulkannya atau ditolaknya. Maka orang tersebut terus berulang alik di halaman Istana raja itu pergi dan kembali, membawa harapan agar ia akan dirahmati oleh Raja dan dibelas kasihaninya pada kali ini, kiranya sebentar tadi permohonannya telah ditolak.

Ketika menyempurnakan wukuf di Arafah dengan melihat manusia begitu ramai sekali, yang telah berkumpul dengan suara yang dilaungkan dalam berbagi bahasa dunia, akan mengingatkan tentang perkumpulan semua ummat nanti di padang yang amat luas di Hari Kiamat. Hal Keadaan di situ tentu akan membingungkan semua manusia di sebidang tanah yang terbentang luas itu; masing-masing memikirkan tentang amalannya sendiri, sama ada ditolak atau dikabul. Bila teringat terhadap segala peristiwa yang akan berlaku di hari itu nanti, tentulah hati akan menjadi kecut, sentiasa akan memilih kerendahan diri dan berserah sepenuhnya kepada Allah azzawajalla. Juga ia akan mengharapkan moda-moga akan dikumpulkan di Hari Mahsyar nanti ke dalam golongan orang-orang yang berbahagia dan dirahmati, manakala keyakinannya kuat sekali, bahawa segala yang diharp-harapkan itu akan dikabulkanNya. Tiada syak lagi, kerana tempat itu amat mulia sekali. Kerahmatan itu biasanya datang dari hadrat yang Maha Besar kepada sekalian manusia, melalui hati yang bersih, manakala di tempat itu tentu sekali tidak kurang banyaknya para Salihin dan orang-orang yang mempunyai hati nurani yang suci, menurut tingkatan-tingkatan mereka. Mereka sekalian telah berkumpul dengan satu tujuan, iaitu untuk menundukkan diri kepada Allah yang Maha Agung dan membersihkan hati mereka dari segala sesutau selain memohon dan mengharap dengan mengangkat tangan kepada Allah s.w.t. dan menengadahkan muka kepadaNya, sedangkan mata mereka tidak berkelip-kelip lagi, memandang ke arah langit, bersatu kata dan hati, untuk memohon kerahmatan dan belas kasihan Allah. Dalam keadaan yang serupa itu, janganlah hendaknya ada orang yang menyangka, bahawa Allah s.w.t akan mengecewakan harapan mereka, atau mensia-siakan usaha mereka, ataupun menahan dari mencurahkan rahmat-rahmatNya yang tak terhingga ke atas mereka.

Ketika melempar batu-batu itu, menggambarkan betapa seorang hamba itu akan menurut perintah tanpa banyak bicara dan menunjukkan sikap perhambaan dan ubudiahnya. Ketika melempar itu hendaklah ia bermaksud melempar wajah syaitan dan menetak belakangnya, supaya dirinya terpelihara dari godaan dan tipu dayanya.

Ketika melakukan ziarah ke Madinah dan menyaksikan sekitarnya akan mengingatkan kita kepada negeri yang dipilih oleh Allah s.w.t. untuk NabiNya s.a.w. berhijrah ke situ dan mencari perlindungan diri dan agama di dalam naunganNya. Di situ juga tempat yang dipilih oleh Allah s.w.t untuk mensyariatkan berbagai-bagai perintah yang fardhu yang sunnat dan seterusnya. Di situ jugalah diperintahkan ke atas Rasulullah s.a.w. untuk berjihad menetang mush-musuh yang mengancamnya, sehingga agama disebarkan itu menjadi kenyataan dan terkenal kepada orang ramai, sampailah akhirnya baginda menemui ajalnya dan dimaqamkan di situ pula. Pendek kata negeri Madinah itu merupakan tempat yang dipilih oleh Allah s.w.t. bagi NabiNya s.a.w. dan bagi orang-orang Muslimin yang pertama dan utama. Di situlah pula segala perintah-perintah Allah s.w.t mula dikuatkusakan. Di situ juga terkumpul sekalian makhluk Allah yang utama

Rizki Hanya Berasal Dari Allah Ar-Razzaq


Oleh
Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin

Hampir semua orang tahu bahwa rizki datangnya dari Allah Azza wa Jalla. Dialah yang memberikannya kepada makhluk, baik melalui langit maupun melalui bumi, darat maupun laut. Bahkan para dukun serta orang-orang kafirpun meyakini hal itu, kecuali orang-orang yang sengaja mendustakan.

Allah Azza wa Jalla berfirman menceritakan pengakuan orang-orang musyrik bahwa rizki datang dari Allah:

"Katakanlah (Hai Muhammad kepada orang-orang musyrik): "Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan" Maka mereka menjawab:"Allah". Maka katakanlah:"Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?" [Yunus/10:31].

Syaikh Abdur Rahmân bin Nashir as-Sa’di rahimahullah, seorang ulama besar pada zamannya (wafat th. 1376 H) menjelaskan, bahwa rizki duniawi maupun rizki ukhrawi tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan taqdir dan kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena itulah Allah Azza wa Jalla berfirman:

"Dan Allah memberi rizki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas" [al-Baqarah/2:212]

Jadi, baik mukmin maupun kafir, mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan rizki duniawi serta kesenangan-kesenangan duniawi. Akan tetapi rizki yang bersifat hati; berupa ilmu, keimanan, rasa cinta kepada Allah, rasa takut dan harapan kepada Allah serta rizki-rizki lain yang bersifat hati, hanya dianugerahkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada orang-orang yang Dia cintai [1].

Dan salah satu di antara nama Allah yang sangat indah adalah ar-Razzâq. Dalilnya antara lain, firman Allah Subhanahu wa Ta'ala

"Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh" [adz-Dzariyat/51:58]

Semua ulama yang menghimpun nama-nama Allah dalam kitabnya, memasukkan nama ar-Razzâq dalam kitab-kitab mereka.[2]

Imam Ibnu Mandah rahimahullah (wafat th. 395 H) memuat nama ar-Razzâq dalam kitab beliau: Kitab at-Tauhid wa Ma’rifat Asmâ’i Allah Azza wa Jalla wa Sifatihi ’alâ al-Ittifâq wa at-Tafarrud[3]. Beliau membawakan dalil dari hadits Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu yang mengatakan:

أَقْرَأَنِي رَسُوْلُ اللهِ (إِنِّى أَنَا الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ). رواه أبو داود والترمذي وغيرهما

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan kepadaku (firman Allah Ta’ala, yang artinya): “Sesungguhnya Aku adalah ar-Razzâq (Maha Pemberi rizki), yang Maha Kuat lagi Maka Kokoh.” [HR Abu Dawud, at-Tirmidzi dan lain-lain]

Imam at-Tirmidzi rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits Hasan Shahîh [4]. Syaikh al-Albâni rahimahullah juga mengatakan, hadits ini shahîh matannya.[5]

Imam Mubarakfûri, dalam kitabnya Tuhfah al-Ahwadziy bi Syarhi Jaami’ at-Tirmidzi[6] mengatakan: Ini adalah qira’ah (salah satu bacaan terhadap Al-Qur`ân dari) Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu. Sedangkan bacaan yang mutawatir adalah (yang terdapat dalam Mushaf, yaitu):

"Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi sangat Kokoh" [adz-Dzariyât/51:58]

Dengan demikian, ar-Razzâq adalah salah satu di antara nama Allah Azza wa Jalla yang sangat indah. Dari nama ini dapat dimengerti bahwa Allah Azza wa Jalla Maha menganugerahkan rizki kepada setiap hamba-Nya, menurut kehendak-Nya.

RIZKI ATAS KEHENDAK ALLAH AZZA WA JALLA
Rizki Allah Subhanahu wa Ta'ala ada yang bersifat duniawi dan ada yang bersifat ukhrawi. Namun semuanya berdasarkan kehendak-Nya. Baik mukmin maupun kafir mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan rizki duniawi, bahkan binatang sekalipun. Bahkan terkadang orang kafir atau binatang justeru lebih banyak mendapatkan perolehan duniawi. Karena itu, jika seorang muslim hanya menitik beratkan usaha serta hidupnya untuk mendapatkan rizki duniawi serta perolehan dan sukses duniawi, maka apa bedanya ia dengan orang kafir dan binatang?

Mestinya, mencari rizki duniawi bagi seorang mukmin, tidak lepas dari konteks peribadatan kepada Allah Azza wa Jalla, sehingga yang menjadi perhatian utamanya adalah mendapatkan rizki ukhrawi serta rizki-rizki yang dapat mengantarkannya kepada kebahagiaan ukhrawi.

Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah (wafat th. 751 H) menjelaskan bahwa sikap hidup seorang mukmin berbeda dengan sikap hidup orang-orang kafir. Orang mukmin, meskipun mendapatkan perolehan dunia dan kesenangannya, namun tidak akan ia pergunakan untuk bersenang-senang semata, dan tidak akan ia pergunakan untuk menghilangkan kebaikan-kebaikannya selama hidup di dunia. Tetapi akan ia pergunakan perolehan dunia itu untuk memperkuat diri dalam mencari bekal di akhiratnya kelak.[7]

Di samping itu, hendaknya kaum Muslimin bersyukur kepada Allah terhadap segala rizki yang telah dianugerahkan-Nya. Antara lain dengan menginfakkan sebagian harta yang telah didapatnya itu kepada orang-orang yang membutuhkan. Baik infak yang berbentuk wajib, seperti zakat jika sudah mampu, nafkah kepada isteri, sanak famili dan budak serta hewan peliharaan. Maupun yang berbentuk sunat, yaitu infak tidak wajib yang diberikan di jalan-jalan kebaikan. Sebagaimana dikemukakan oleh Syaikh Abdur-Rahmân bin Nashir as-Sa’di rahimahullah dalam Kitab Tafsirnya, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân.[8]

JENIS RIZKI YANG LEBIH PENTING

Kaum Muslimin juga hendaknya tidak terpaku pada rizki duniawi, sehingga ketika menghadapi terpaan-terpaan duniawi, seperti krisis melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, kekurangan pangan dan krisis-krisis lain, tidak menjadi gundah dan gelisah. Karenanya tidak perlu melakukan hal-hal yang justeru sebenarnya merupakan penghamburan potensi dan pemubadziran energi sumber daya. Tetapi semua dikembalikan kepada taqdir Allah, kemudian melakukan-upaya-upaya positif yang dibenarkan syari’at; tidak merusak, dan tetap konsisten menjaga keutuhan persatuan,.serta selalu menghindari permusuhan serta saling balas membalas.

Rizki ukhrawi, rizki keimanan, ketaatan, rasa takut, cinta dan berpengharapan kepada Allah, justeru lebih penting dan harus diupayakan untuk mendapatkannya dengan sungguh-sungguh serta dengan selalu memohon pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla. Sehingga kehidupan akan menjadi berkah. Bukankah rizki hanya berasal dari Allah Azza wa Jalla ?
Nas’alullah lana wa lakum at-Taufiq.

Rujukan:
1. Al-Jâmi’ ash-Shahîh wa Huwa Sunan at-Tirmidzi, Tahqîq: Kamal Yusuf al-Hût, Dâr al-Fikr.
2. Kitab at-Tauhid wa Ma’rifat Asmâ`i Allah Azza wa Jalla wa Sifatihi ’alâ al-Ittifâq wa at-Tafarrud, Tahqîq, Ta’liq dan Takhrij Ahaditsihi: Dr. Ali bin Muhammad bin Nashir al-Faqihi, Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, al-Madinah al-Munawarah.
3. Miftah Dâr as Sa’adah, Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah, Taqdim, Ta’liq dan Takhrij: Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, Muraja’ah: Syaikh Bakr bin 'Abdillah Abu Zaid rahimahullah, Dâr Ibni al-Qayyim, Riyadh dan Dâr Ibnu 'Affân, Cairo, Cet. I, Th. 1425 H/2004 M.
4. Mu’taqad Ahli as-Sunnah wal-Jama’ah fî Asmâ`i Allah al-Husnâ, Dr. Muhammad Khalifah at-Tamimi, Maktabah Adhwâ` as-Salaf, Riyadh.
5.Shahîh Sunan Abi Dawud, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh.
6. Shahîh Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh.
7. Taisîr al-Karîm ar-Rahmân, Syaikh Abdur Rahmân bin Nashir as-Sa’di.
8. Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarhi Jâmi’ at-Tirmidzi, Imam Mubarakfû

Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XII/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Lihat Taisir al-Karîm ar-Rahmân Qs. al-Baqarah/2 ayat 212, penutup ayat.
[2]. Lihat Mu’taqad Ahli as-Sunnah wal Jama’ah fî Asmâ’i Allah al-Husnâ. Dr. Muhammad Khalifah at-Tamimi, Maktabah Adhwâ` as-Salaf, Riyadh, Cet. I, 1419 H/1999 M, hlm. 152-153.
[3]. Lihat kitab tersebut dengan Tahqîq, Ta’liq dan Takhrij Ahaditsihi: Dr. Ali bin Muhammad bin Nashir al-Faqihi, Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, al-Madinah al-Munawarah, Cet. II, Th. 1414 H/1994 M, hlm. 291.
[4]. Lihat al-Jâmi’ ash-Shahîh wa Huwa Sunan at-Tirmidzi, Tahqiq: Kamal Yusuf al-Hût, Dâr al-Fikr (V/176), Kitâb al-Qirâ’ât ‘an Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bab 8 : Wamin Sûrah adz-Dzâriyât.
[5]. Lihat Shahîh Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh, Cet. III, dari terbitan baru 1420 H/2000 M (III/173), dalam Kitab al-Qirâ’ât ‘an Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Bab 8 : Wamin Sûrah adz-Dzariyât. Lihat pula Shahîh Sunan Abi Dawud, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh, Cet. II dari terbitan baru th. 1421 H/2000 M (II/493 no. hadits 3993), Kitab al-Hurûf wa al-Qirâ’ât.
[6]. Lihat Kitab al-Qirâ’ât ‘an Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Bab 8 : Wamin Sûrah adz-Dzariyât, jilid VIII/220, no. Hadits 2940.
[7]. Lihat Miftah Dâr as-Sa’adah, karya Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah, Taqdim, Ta’liq dan Takhrij: Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, Muraja’ah: Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rahimahullah, Dâr Ibni al-Qayyim, Riyadh, dan Dâr Ibnu 'Affân – Cairo, cet. I – th 1425 H/2004 M - I/197, ketika membahas hal pertama dari dua hal yang menjadi penyakit generasi terdahulu dan generasi kemudian.
[8]. Lihat pada pembahasan penutup ayat ke 3 dari surat al-Baqarah.

Zina Merajalela

Oleh
Al-Ustadz Muhammad Arifin Badri

Zina termasuk dalam perbuatan dosa besar. Di antara penyebab seseorang terjerumus ke dalam perbuatan yang nista ini, ialah karena rendahnya iman dan moral masyarakat, serta saking gampangnya mempertontonkan aurat secara murah dan vulgar, terutama yang terjadi di kalangan kaum wanita.

Sebagian faktor yang menyuburkan perilaku hina ini, ialah merajalelanya pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan. Tanpa takut dengan beban dosa, seluruh inderanya menerawang menikmati segala sesuatu yang tidak halal baginya. Ini menjadi langkah pertama bagi seseorang terjerumus ke jurang perbuatan zina yang nista. Oleh karena itu, Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan agar manusia tidak terperangkap perzinaan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya:

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".

Dan katakan kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami atau ayah, atau ayah suami atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara laki-laki atau putra-putra saudara laki-laki atau putra-putra saudari perempuan mereka, atau wanita-wanita muslimah atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (kepada wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung". [An-Nûr/24:30-31]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

كُتِبَ على بن آدَمَ نَصِيبُهُ من الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذلك لا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذلك الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ ( متفق عليه )

"Telah ditentukan atas setiap anak Adam bagiannya dari perbuatan zina, ia pasti melakukannya. Zina kedua mata adalah dengan memandang, zina kedua telinga adalah dengan mendengarkan, zina lisan adalah dengan berbicara, zina kedua tangan adalah dengan menggenggam, dan zina kedua kaki adalah dengan melangkah, sedangkan hati berkeinginan dan berandai-andai, dan kemaluan mempraktekkan keinginan untuk berzina itu atau menolaknya". [Muttafaqun 'alaih]

Para ulama menyatakan, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memulai dengan menyebutkan zina mata, karena zina mata adalah asal usul terjadinya zina tangan, lisan kaki, dan kemaluan[1]. Oleh karena itu, hendaklah kita senantiasa waspada dan berusaha sekuat tenaga untuk menjauhi perangkap-perangkap perzinaan, agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan nista ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً

"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk" [Al-Isrâ`/17:32]

Zina itu sendiri merupakan hutang yang pasti harus ditebus, dan tebusannya ada pada keluarga kita. Pepatah menyatakan:

عِفُّوْا تَعِفَّ نِسَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَبِرُّوْا أَبَاءَكُمْ يَبِرَّكُمْ أَبْناَؤُكُمْ

(Jagalah dirimu, niscaya istri dan anakmu akan menjaga dirinya. Dan berbaktilah kepada orang tuamu, niscaya anakmu akan berbakti kepadamu).[2]

Dalam pepatah Arab lainnya disebutkan:

الزِّنّا دَيْنٌ قَضَاؤُهُ فِي أَهْلِكَ

(Perbuatan zina adalah suatu piutang, dan tebusannya ada pada keluargamu).

Kita seyogyanya bertanya kepada hati nurani masing-masing, relakah bila anak gadis kita, atau saudara wanita, atau ibu kita dizinai oleh orang lain? Bila tidak rela, maka janganlah berzina dengan anak atau saudara wanita atau ibu orang lain! Bila anda telah tega menzinai anak atau saudara wanita atau ibu seseorang, maka semenjak itu, ingatlah selalu, pada suatu saat perbuatan yang serupa akan menimpa anak gadis anda atau saudara wanita anda, atau bahkan ibu anda!

Atas dasar itu, hendaklah kita senantiasa berpikir panjang bila tergoda setan untuk melakukan perbuatan zina, baik zina kemaluan, zina pandangan, atau lainnya. Sebagaimana kita senantiasa mengingat pedihnya hukuman Allah di dunia dan akhirat, sehingga kita tidak mudah terjerembab ke dalam lembah kenistaan ini.

HUKUMAN BAGI PEZINA

Salah satu bentuk hukuman yang diberikan Islam bagi pezina, selain dicambuk ialah diharamkannya menikah dengannya hingga kemudian ia bertaubat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ 

"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik( pula)". [An-Nûr/24:26]

Sebagian ulama ahli tafsir menyatakan, ayat ini ada kaitannya dengan ayat ke-3 surat an-Nûr, yaitu firman Allah Ta'ala, yang artinya: Lelaki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh lelaki yang berzina atau lelaki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman.

Sehingga penafsiran ayat ini menunjukkan, laki-laki yang tidak baik, pasangannya adalah wanita yang tidak baik pula. Sebaliknya, wanita yang tidak baik, pasangannya ialah orang yang tidak baik pula. Haram hukumnya bagi laki-laki yang baik atau wanita yang baik menikahi wanita atau lelaki yang tidak baik.[3]

Sebagian ulama menjabarkan penafsiran ini secara lebih jelas: "Barang siapa yang menikahi wanita pezina yang belum bertaubat, maka ia telah meridhai perbuatan zina. Dan orang yang meridhai perbuatan zina, maka seakan ia telah berzina. Bila seorang lelaki rela andai istrinya berzina dengan lelaki lain, maka akan lebih ringan baginya untuk berbuat zina. Bila ia tidak cemburu ketika mengetahui istrinya berzina, maka akankah ada rasa sungkan di hatinya untuk berbuat serupa? Dan wanita yang rela bila suaminya adalah pezina yang belum bertaubat, maka berarti ia juga rela dengan perbuatan tersebut. Barang siapa rela dengan perbuatan zina, maka ia seakan-akan telah berzina. Bila seorang wanita rela andai suaminya merasa tidak puas dengan dirinya, maka ini pertanda bahwa iapun tidak puas dengan suaminya".

KEWAJIBAN PELAKU PERZINAAN
Oleh karena itu, orang yang terlanjur terjerumus ke dalam perbuatan nista ini, hendaklah segera kembali kepada jalan yang benar. Hendaklah disadari, bahwa perbuatan zina telah meruntuhkan kehormatan dan jati dirinya. Begitu pula hendaklah ia senantiasa waspada dengan balasan Allah Ta'ala yang mungkin akan menimpa keluarganya.

Bila penyesalan telah menyelimuti sanubari, dan tekad tidak mengulangi perbuatan nista ini telah bulat, istighfar kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa dipanjatkan; bila jalan-jalan yang akan menjerumuskan kembali ke dalam kenistaan ini telah ditinggalkan, maka semoga berbagai dosa dan hukuman Allah Subhanahu wa Ta'ala atas perbuatan ini dapat terhapuskan. Lantas, bagaimana halnya dengan hukuman dera atau cambuk yang belum ditegakkan atas pezina tersebut, apakah taubatnya dapat diterima?

Ada satu kisah menarik pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . Adalah Sahabat Mâ'iz bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu mengaku kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ia telah berzina. Berdasarkan pengakuan ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar ia dirajam. Tatkala rajam telah dimulai, dan Sahabat Maa'iz merasakan pedihnya dirajam, ia pun berusaha melarikan diri. Akan tetapi, para sahabat yang merajamnya berusaha untuk mengejarnya dan merajamnya hingga meninggal. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diberitahu bahwa Maa'iz Radhiyallahu 'anhu berusaha melarikan diri, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

(هَلاَّ تَرَكْتُمُوْهُ لَعَلَّهُ أَنْ يَتُوْبَ فَيَتُوْبَ اللهُ عَلَيْهِ ) . أخرجه أحمد وأبو داود وابن أ بي شيبة

"Tidahkah kalian tinggalkan dia, mungkin saja ia benar-benar bertaubat, sehingga Allah l akan mengampuninya?" [HR Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Abi Syaibah]

Berdasarkan hadits ini dan hadits lainnya, para ulama menyatakan bahwa orang yang berzina, taubatnya dapat diterima Allah Shallallahu 'alaiohi wa sallam, walaupun tidak ditegakkan hukum dera atau rajam baginya. Di antara yang menguatkan pendapat ini ialah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina; barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat pembalasan atas dosanya. Yakni akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari Kiamat, dan ia akan kekal dalam adzab itu dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatannya diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". [Al-Furqân/68-70]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Kejelekan yang telah lalu melalui taubatnya yang sebenar-benarnya akan berubah menjadi kebaikan. Yang demikian itu, karena setiap kali pelaku dosa teringat lembaran kelamnya, ia menyesali, hatinya pilu, dan bertaubat (memperbaharui penyesalannya). Dengan penafsiran ini, dosa-dosa itu berubah menjadi ketaatan kelak pada hari Kiamat. Walaupun dosa-dosa itu tetap saja tertulis atasnya. Akan tetapi, semua itu tidak membahayakannya. Bahkan akan berubah menjadi kebaikan pada lembaran catatan amalnya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits-hadits shahîh, dan keterangan ulama Salaf." [4]

BOLEHKAH MENIKAH DENGAN PEZINA YANG SUDAH BERTAUBAT?

Menurut pendapat mayoritas ulama yang memiliki kredibilitas keilmuan, mereka membolehkan pernikahan dengan pelaku perzinaan yang benar-benar telah bertaubat.

Syaikh asy-Syinqithi rahimahullah berkata: "Ketahuilah, menurutku, pendapat ulama yang paling kuat ialah: bila lelaki pezina dan wanita pezina telah berhenti dari perbuatan zina, mereka menyesali perbuatannya dan bertekad tidak mengulanginya, maka pernikahan mereka sah. Sehingga seorang lelaki dibenarkan untuk menikahi wanita yang pernah ia zinahi setelah keduanya bertaubat. Sebagaimana dibolehkan bagi orang lain untuk menikahinya, tentunya setelah mereka bertaubat. Yang demikian itu, karena orang yang telah bertaubat dari dosa bagaikan orang yang tidak pernah melakukan dosa". [5]

Bila pezina itu seorang wanita, dan ia hamil dari hasil perzinaannya, maka untuk dapat menikahinya disyaratkan hal lain, yaitu wanita itu telah melahirkan anak yang ia kandung, sebagaimana ditegaskan pada fatwa Komite Tetap Untuk Fatwa Kerajaan Saudi Arabia berikut: "Tidak dibenarkan menikahi wanita pezina dan tidak sah akad nikah dengannya, hingga ia benar-benar telah bertaubat dan telah selesai masa iddahnya".[6]

APAKAH HARUS MENGAKUI MASA KELAMNYA KEPADA CALON PASANGAN?

Salah satu wujud dari taubat seseorang dari perbuatan dosa, ialah tidak menceritakan perbuatan dosanya kepada orang lain. Karena menceritakan lembaran kelam kepada orang lain merupakan pertanda lemahnya rasa malu, penyesalan dan lemahnya rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan menceritakannya menjadi pertanda adanya kebanggaan dengan perbuatannya yang nista itu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِيْنَ وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ عَمَلاً بِاللَّيْلِ ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ . فَيَقُوْلُ : يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سَتْرَ اللهِ عَنْهُ .( متفق عليه )

"Setiap ummatku akan diampuni, kecuali orang-orang yang berterus-terang dalam bermaksiat. Dan di antara perbuatan berterus-terang dalam bermaksiat ialah, bila seseorang melakukan kemaksiatan pada malam hari, lalu Allah telah menutupi perbuatannya, akan tetapi ia malah berkata: "Wahai fulan, sungguh tadi malam aku telah berbuat demikian dan demikian," padahal Rabbnya telah menutupi perbuatannya, justru ia malah menyingkap tabir Allah dari dirinya". [Muttafaqun 'alaih]

Pada hadits lain, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

(اجْتَنِبُوْا هَذِهِ الْقَاذُوْرَةَ الَّتِي نَهَى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهَا ، فَمَنْ ألم فَلْيَسْتَتِرْ بِسَتْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، فَإِنَّهُ مَنْ يُبْدِ لَنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ الله)

"Jauhilah olehmu perbuatan-perbuatan nista yang telah Allah Azza wa Jalla larang, dan barang siapa yang melakukannya, maka hendaknya ia menutupi dirinya dengan tabir Allah Azza wa Jalla , karena barang siapa yang menampakkan kepada kami jati dirinya, maka kamipun akan menegakkan hukum Allah" [Riwayat al-Baihaqi dan dihasankan oleh Syaikh al-Albâni]

Berdasarkan dalil ini dan juga dalil lainnya, para ulama menyatakan, dianjurkan bagi orang yang telah terjerumus dalam perbuatan dosa agar merahasiakan dosanya itu dan tidak menceritakannya. Oleh karena itu, tidak sepantasnya seorang wanita yang pernah berbuat zina dan sudah bertaubat menceritakan masa silamnya kepada siapapun, termasuk kepada laki-laki yang melamarnya. Terlebih, bila wanita itu benar-benar telah bertaubat dan menyesali dosanya. Karena yang wajib untuk diceritakan kepada laki-laki yang melamar adalah cacat atau hal-hal yang akan menghalangi atau mengurangi kesempurnaan hubungan suami istri[7]. Adapun perbuatan dosa, terlebih yang telah ditinggalkan dan telah disesali, maka tidak boleh diceritakan, karena siapakah dari kita yang tidak pernah berbuat dosa?

PENUTUP


Pada kesempatan ini, saya merasa perlu untuk mengingatkan saudara-saudaraku, agar senantiasa menjadikan pasangan hidupnya sebagai cermin dari jati dirinya. Bila anda menjadi marah atau benci karena mengetahui adanya kekurangan pada pasangan anda, maka ketahuilah, anda pun memiliki kekurangan serupa atau lainnya, yang mungkin lebih besar dari kekurangannya.

Bila anda merasa memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh pasangan anda, maka ketahuilah, ia pun memiliki kelebihan yang tidak ada pada diri anda. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah berpesan kepada kita dengan sabdanya:

لا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مؤمنة إن كَرِهَ منها خُلُقًا رَضِيَ مِنْهاَ آخَرَ

"Janganlah seorang mukmin membenci wanita mukmin, bila ia membenci suatu perangai darinya, niscaya ia suka dengan perangai yang lain" [Muslim]

Demikianlah, seyogyanya seorang muslim bersikap dan berfikir, tidak sepantasnya bersifat egois, hanya suka menuntut, akan tetapi tidak menyadari kekurangan yang ada pada dirinya sendiri. Bila kita menuntut agar pada diri calon pasangan kita memiliki berbagai kriteria yang sempurna, maka ketahuilah, calon pasangan kita pun memiliki berbagai impian tentang pasangan hidup yang ia dambakan. Karenanya, sebelum kita menuntut, terlebih dahulu wujudkanlah tuntutan kita pada diri kita sendiri. Dengan demikian, kita akan dapat berbuat adil dan tidak semena-mena bersikap dan dalam menentukan kriteria ideal calon pasangan hidup.

Semoga pemaparan singkat ini bermanfaat bagi kita, dan semoga Allah Ta'ala mensucikan jiwa kita dari noda-noda kenistaan. Wallahu Ta'ala A'lam bish-Shawab.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_________
Footnotes
[1]. Lihat Fathul-Bâri, Ibnu Hajar al-Asqalâni (11/504) dan Faidhul-Qadîr, al-Munawi (2/247).
[2]. Majmu' Fatâwâ, Ibnu Taimiyyah, 15/315-323.
[3]. Lihat Tafsîr ath-Thabari, Ibnu Jarir (18/108), Tafsîr al-Qurthubi (12/211), Majmu' Fatâwâ, Ibnu Taimiyyah (15/322), dan Tafsîr Ibnu Katsîr (3/278).
[4]. Tafsîr Ibnu Katsîr, 3/328.
[5]. Adhwâ'ul-Bayân, Muhammad al-Amîn asy-Syinqithi, 5/429.
[6]. Majmu' Fatâwâ, Lajnah ad-Dâ`imah, 18/383, fatwa nomor 17776.
[7]. Lihat asy-Syarhul-Mumti', Ibnu 'Utsaimîn, 12/203.

Berbuat Zina Di Luar Negeri Apakah Menjadi Penyebab Istri Dicerai


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz


Pertanyaan

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sering kita mendengar banyak diantara pemuda yang telah menikah pergi ke luar negeri dan melakukan perbuatan zina di sana. Apakah istri-istri mereka tereceraikan ?

Jawaban

Istri-istri tidak terceraikan akibat suami mereka berbuat zina, tetapi para suami harus berhati-hati dalam bepergian dan hendaknya menghindar dari segala macam perbuatan yang mengarah kepada perzinaan serta selalu bertakwa kepada Allah dalam menjaga kemaluannya dari segala yang diharamkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” [Al-Isra : 32]

Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain berserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih ; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Furqan : 68-70]

Dua ayat diatas menunjukkan haramnya mendekati zina dan mendekati apa saja yang menjadi penyebab zina. Ayat kedua menunjukkan bahwa akan dilipatgandakan siksaan bagi orang yang menyekutukan Allah, membunuh secara tidak benar dan berzina. Dan ayat ini menunjukan bahwa zina adalah dosa besar yang pelakunya kekal di dalam Neraka. Akan tetapi menurut akidah Ahli Sunnah wal Jama’ah jika penzina dan pembunuh tidak meyakini halalnya perbuatan tersebut, maka kekelannya ada batasnya. Ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Tidaklah penzina berbuat zina sementara ia beriman, dan tidaklah pencuri mencuri sementara ia beriman dan tidaklah peminum meminum khamr sementara ia beriman” [Muttafaq ‘Alaih]

Hadits diatas meniadakan iman pencuri dan penzina serta pemabuk pada saat mereka melakkan perbuatannya, artinya adalah peniadaan kesempurnaan iman mereka. Disebabkan iman yang tida sempurna sehingga mereka terjerumus ke dalam dosa besar tersebut.

[Kitab Fatawa Dakwajavascript:void(0)h wa Fatawa Syaikh bin Baz 2/246]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-2, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Zaenal Abidin Syamsudin Lc, Penerbit Darul Haq]

Faktor Penyebab Tidak Terkabulnya Doa

Mungkin kita sering bertanya-tanya kenapa kita sering berdoa tapi allah swt belum mengabulkan doa kita juga.
mungkin kita lupa akan sesuatu,apakah itu!!!!!!

Dikisahkan bahwa suatu hari, Ibrahim bin Ad-ham RAH melintas di pasar Bashrah, lalu orang-orang berkumpul mengerumuninya seraya berkata, “Wahai Abu Ishaq, apa sebab kami selalu berdoa namun tidak pernah dikabulkan.?”

Ia menjawab, “Karena hati kalian telah mati oleh 10 hal:

Pertama, kalian mengenal Allah tetapi tidak menunaikan hak-Nya.

Ke-dua, kalian mengaku cinta Rasulullah SAW tetapi meninggalkan sunnahnya.

Ke-tiga, kalian membaca al-Qur’an tetapi tidak mengamalkannya.

Ke-empat, kalian memakan nikmat-nikmat Allah SWT tetapi tidak pernah pandai mensyukurinya.

Ke-lima, kalian mengatakan bahwa syaithan itu adalah musuh kalian tetapi tidak pernah berani menentangnya.

Ke-enam, kalian katakan bahwa surga itu adalah haq (benar adanya) tetapi tidak pernah beramal untuk menggapainya.

Ke-tujuh, kalian katakan bahwa neraka itu adalah haq (benar adanya) tetapi tidak mau lari darinya.

Ke-delapan, kalian katakan bahwa kematian itu adalah haq (benar adanya) tetapi tidak pernah menyiapkan diri untuknya.

Ke-sembilan, kalian bangun dari tidur lantas sibuk memperbincangkan aib orang lain tetapi lupa dengan aib sendiri.

Ke-sepuluh, kalian kubur orang-orang yang meninggal dunia di kalangan kalian tetapi tidak pernah mengambil pelajaran dari mereka.”

Syarat Diterimanya Amal Ibadah

Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak benar kecuali dengan ada syarat.

[1]. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
[2]. Sesuai dengan tuntunan Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam

Syarat pertama adalah konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illa-llah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Allah dan jauh dari syirik kepadaNya.

Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya ta'at kepada Rasul, mengikuti syari'atnya dan meninggalkan bid'ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." [Al-Baqarah: 112]

Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahuwa muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam .

Syaikhul Islam mengatakan: "Inti agama ada dua pokok yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah, dan kita tidak menyembah kecuali dengan apa yang Dia syariatkan, tidak dengan bid'ah." Seba-gaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." [Al-Kahfi : 110]

Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah.

Pada yang pertama, kita tidak menyembah kecuali kepadaNya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad adalah utusanNya yang menyampaikan ajaranNya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta menta'ati perintahnya. Beliau telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau melarang kita dari hal-hal baru atau bid'ah. Beliau mengatakan bahwa bid'ah itu sesat.

[Disalin dari kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Edisi Indonesia Kitab Tauhid 1, Penulis Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan, Penerjemah Agus Hasan Bashori Lc, Penerbit Darul Haq]

Taubat, Surga pertama Anda

Do'a merupakan salah satu penyebab yang paling dominan untuk membantu seseorang dalam bertaubat. Do'a adalah obat paling mujarab karena ia lawan dari setiap cobaan yang menimpa. Do'a bisa mengatasinya,mencegahnya datang serta mengangkat atau meringankannya apabila cobaan itu sudah menimpa hamba.

Perlu diketahui bahwa salah satu hal yang paling penting untuk dimohonkan kepada Allah adalah taubat. Seorang hamba harus memohon kepada-Nya agar diberikan kesempatan untuk bertaubat nasuha, walau bagaimanapun besar dan banyaknya dosa yang telah dilakukannya.

Oleh karena itulah, salah satu do'a Nabi Allah Ibrahim dan anaknya Isma'il 'alaihimassalaam:

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 128)

Selain itu, salah satu do'a yang pernah dipanjatkan oleh Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam adalah:

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَتُبْ عَلَىَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

"Ya Rabbku, ampunilah dosa-dosaku dan terimalah taubat dariku.
Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."

HR. Ahmad, at-Tirmidzi, Abu Dawud, an-Nasa'i dalam al-Kubra, al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, Ibnu Hibban, ath-Thabrani dalam al-Kabiir.
Dishahihhkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1342

Demikian juga salah satu do'a seorang hamba Allah yang beriman :

الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Yaitu) orang-orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali 'Imran: 16)

Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi seorang hamba yang ingin bertaubat kepada Allah untuk memohon dan terus menerus mengiba kepada-Nya agar diberikan kesempatan untuk bertaubat.

Hendaklah ia memilih waktu-waktu, kondisi-kondisi dan tempat-tempat tertentu yang merupakan momen khusus ketika do'a kemungkinan besar akan dikabulkan, seperti pada saat sujud dalam shalat, pada akhir malam, di antara adzan dan iqamat, pada saat hati dalam keadaan khusyu', dan ketika terjadi kegentingan serta yang lainnya.

Selain itu hendaklah hamba tersebut menjauhi hal-hal yang yang dapat menghalangi diterimanya do'a yang dipanjatkan. Seyogianya ia pun tidak terburu-buru mengharapkan jawaban terhadap do'a itu sehingga tidak membuatnya enggan untuk berdo'a lagi karena merasa do'anya tidak diterima atau tidak ditanggapi.

Apabila semia itu sudah terpenuhi, maka kemungkinan besar do'a-do'a hamba tersebut akan diterima.

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:

"Wahai orang yang berlumuran dosa, berdirilah di depan pintu taubat tatkala orang-orang sedang tidur. hamparkanlah permintaan maaf dan tundukkkanlah kepala, lalu sebutkanlah permintaan dan katakanlah: "Tidak ada sesutu pun yangkumiliki kecuali kefakiran dan kebangkrutan."

Sumber:
Taubat, Surga Pertama Anda karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd hal. 357-360 cet. II penerbit Pustaka Imam asy-Syafi'i,Jakarta.

Penyakit Riya

Oleh : Ridwan Hamidi, Lc

Nash-nash al Qur`an dan as Sunnah menunjukkan bahwa riya adalah perbuatan haram dan mencela pelakunya. Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa telah berfirman :

فويل للمصلين(4)الذين هم عن صلاتهم ساهون(5)الذين هم يراءون(6) (سورة الماعون)

فمن كان يرجوا لقاء ربه فليعمل عملا صالحا ولا يشرك بعبادة ربه أحدا(سورة الكهف:110)

Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

قال الله تبارك وتعالى : أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا أشرك فيه معي غيري تركته وشركه

Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman : “Aku Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barang siapa yang beramal dengan menyekutukanku, maka Aku tinggalkan dia dan perbuatan syiriknya.” (HR Imam Muslim no 2985)

Dan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga telah bersabda :

إن أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر قالوا يا رسول الله وما الشرك الأصغر قال الرياء إن الله تبارك وتعالى يقول يوم تجازى العباد بأعمالهم اذهبوا إلى الذين كنتم تراءون بأعمالكم في الدنيا فانظروا هل تجدون عندهم جزاء

“Sesungguhnya yang paling saya takutkan pada kalian adalah syirik paling kecil” Para sahabat bertanya : “Apa yang dimaksud syirik paling kecil itu?” Beliau menawab : “Riya`” Sesungguhnya Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman pada hari semua amal hamba dibalas (hari kiamat) : “ Datangilah orang yang dulu kalian tunjukkan amal kalian padanya di dunia, lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka.” (HR Ahmad no 22742 dan Al Baghawi. Syekh al Albani berkata : sanadnya baik (jayyid) (lihat Silsilah Hadits Shahihah no 951)

Abu Umamah al Bahiliy melihat seorang lelaki di dalam masjid sedang menangis ketika sujud, kemudian beliau berkata : “Anda, seandainya ini anda lakukan di rumah anda (tentu lebih baik).”

HAKEKAT RIYA`

Kata riya` berasal dari kata ru`yah (melihat). Asalnya adalah mencari kedudukan di hati manusia dengan menunjukkan kepada mereka berbagai perangai dan sifat baik. Adapun yang ditunjukkan kepada manusia cukup banyak, namun bisa dikelompokkan menjadi lima bagian, yang semuanya merupakan sarana yang biasa digunakan oleh seorang hamba untuk berhias di hadapan manusia, yaitu : fisik (badan), pakaian, perkataan, perbuatan, pengikut, dan barang-barang yang tampak di luar.

Adapun riya` dalam agama dengan badannya adalah dengan menampakkan keletihan dan kelelahan yang mengesankan kerja keras, merasa sedih memikirkan berbagai persoalan agama dan sangat takut dengan akhirat.

Adapun riya` dengan penampilan dan pakaian seperti rambut kusut, menundukkan kepala ketika berjalan, sangat tenang dalam melakukan aktivitas dan membiarkan bekas sujud menempel di wajahnya.

Riya` dengan perkataan seperti riya` yang dilakukan oleh orang-orang mendalami agama dengan memberikan mau’izhah (nasehat), peringatan dan berbicara dengan kata-kata hikmah (mutiara) dan atsaar (Hadits Nabi atau perkataan ‘ulama`) untuk menampakkan perhatiannya dengan perbuataan orang-orang shaleh serta menggerakkan kedua bibirnya untuk bedzikir di depan orang banyak.

Riya` dengan amal seperti riya`nya orang yang shalat dengan memanjangkan berdiri, sujud dan ruku’, menundukkan kepala dan tidak menoleh.

Sedangkan riya` dengan teman dan orang-orang yang mengunjungi seperti orang yang meminta seorang alim ulama mengunjungi supaya dikatakan bahwa (alim) fulan sudah mengunjungi fulan.

TUJUAN RIYA`

Orang yang riya` mempunyai tujuan-tujuan yang bisa kita bagi menjadi beberapa tingkat,

Pertama : Tujuannya adalah agar ia dapat lebih leluasa berbuat ma’siyat. Seperti orang yang riya` dengan menampakkan taqwa dan wara`. Tujuannya agar dikenal orang sebagai orang yang mempunyai sifat amanah kemudian orang-orang memberikan kedudukan untuk posisi tertentu atau mempercayakan pembagian harta (zakat, infak dan yang sejenis) kepadanya. Ia mendapat keuntungan dari kepercayaan tersebut. Ini adalah jenis riya` yang dibenci oleh Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa karena menjadikan ta’at kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa sebagai salah satu tangga menuju kema’siyatan kepada Nya.

Kedua : Tujuannya mendapatkan keuntungan duniawi semata, baik berupa harta ataupun wanita yang ingin dinikahinya. Seperti orang yang menampakkan ilmu dan ketaqwaannya karena ingin menikah atau mendapatkan uang. Ini juga riya` yang dicela, karena ia melakukan ketaatan karena mencari keuntungan duniawi, tetapi tingkatannya di bawah yang pertama.

Ketiga : Tidak bertujuan mendapatkan harta atau menikahi wanita, tetapi ia menampakkan ibadah karena takut dilihat kurang oleh orang, tidak dianggap orang-orang khusus dan zuhud serta dianggap seperti orang-orang pada umumnya.

PEMBAGIAN RIYA`

1. Riya` Jaliy (tampak jelas)

yaitu riya` yang menjadi pendorong untuk beramal meski dimaksudkan untuk mendapatkan pahala.

2. Riya` Khafiy (samar).

Riya` ini lebih ringan. Meski bukan motivasi untuk beramal tetapi membuat amalnya yang ditujukan karena Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa lemah. Seperti orang yang biasa melakukan tahajjud setiap malam dan itu ia jalani dengan berat, tetapi kalau ada tamu yang datang (menginap) ia tambah semangat dan ia jalani shalat tersebut dengan ringan. Tergolong dalam jenis riya` khafiy juga adalah orang yang menyembunyikan berbagai ketaatannya, tetapi jika orang-orang melinhatnya ia senang jika orang-orang menyambutnya dengan penuh ceria dan penghormatan, memujinya, bersemangat untuk membantu memenuhi keperluannya, tidak banyak menuntutnya dalam berjual beli dan memberinya tempat (dalam berbagai pertemuan) dan jika ada orang yang kurang memberikan haknya hatinya merasa keberatan.

Orang-orang yang ikhlas senantiasa takut terhadap riya` khafiy. Kesungguhannya untuk menyembunyikan berbagai ketaatannya lebih besar daripada kesungguhan orang-orang menyembunyikan keburukan mereka. Semua itu ia lakukan karena mengharap agar seluruh amal shalehnya ikhlas, kemudian hanya Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa yang membalasnya pada hari kiamat karena keikhlasan mereka. Sebab mereka mengetahui bahwa pada hari kiamat nanti tidak akan diterima (amalan) kecuali dari orang yang ikhlas dan mereka menyadari bahwa pada saat itu mereka sangat membutuhkannya.

OBAT RIYA` DAN CARA MEMBERSIHKAN HATI DARI RIYA`
Anda telah mengetahui bahwa riya` menghapuskan amal, sebab kemurkaan Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan merupakan pembinasa yang paling besar. Kalau memang begini sifatnya maka sudah sepantasnya untuk secara sungguh-sungguh menghilangkannya. Ada beberapa tingkatan untuk mengatasinya.

Pertama : Memotong akar dan asal usulnya yaitu senang dipuji, menghindari pahitnya dicela dan sangat tamak terhadap yang dimiliki manusia. Tiga hal inilah yang menggerakan orang untuk riya`. Cara mengatasinya : Menyadari bahaya riya` dan akibat yang ditimbulkannya dengan tidak didapatkannya hati yang baik (bersih), terhalang mendapatkan taufiq di dunia, tidak mendapatkan kedudukan di sisi Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa di akhirat nanti, balasan yang akan diterima berupa siksaan, kemurkaan yang dahsyat dan kehinaan yang tampak. Bagaimanapun, jika seorang hamba memikirkan kehinaan tersebut, kemudian membandingkan apa yang didapatkannya dari menampakkan keindahan (perkataan, amal dll) dihadapan manusia di dunia dengan apa yang tidak bisa ia raih di akhirat dan pahala yang terhapus, ia akan dengan mudah menghilangkan keinginan tersebut. Seperti orang yang mengetahui bahwa madu itu enak tetapi kalau ternyata di dalamnya ada racun yang akan berakibat buruk baginya, ia akan tinggalkan madu tersebut.

Kedua : Menghilangkan berbagai (bisikan) yang sempat mengganggunya ketika melakukan ibadah. Ini juga perlu dipelajari. Orang yang berjuang memerangi (penyakit) jiwanya dengan memotong akar-akar riya`, menghilangkan rasa tamak dan menganggap hina pujian dan celaan orang, kadang-kadang syetan tidak membiarkannya pada saat menjalankan ibadah, tetapi membisikkan riya`. Jika terbetik dalam benaknya bahwaorang-orang sedang melihatnya, melawannya dengan mengatakan pada dirinya : Apa urasanmu dengan orang-orang itu, merek tahu atau tidak, Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa mengetahui keadaanmu. Apa faidahnya orang mengetahui (amal kita) ? Jika keinginan untuk mendapatkan pujian sedang bergejolak, ingat dengan penyakit riya` yang ada dalam hatinya yang menyebabkannya mendapatkan murka dari Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan kerugian ukhrawi lainnya.

SALAH, JIKA ORANG MENINGGALKAN KETAATAN KARENA TAKUT RIYA`
Ada orang yang meninggalkan amal karena takut riya`. Ini satu sikap salah, cocok dengan keinginan syetan untuk mengajak manusia malas (beramal) dan meninggalkan kebaikan. Selama motivasi untuk beramalnya sudah benar dan sesuai dengan tuntunansyari’at yang lurus, maka jangan meninggalkan amal karena ada bisikan riya`, tetapi ia wajib berusaha mengatasi bisikan riya`, menanamkan dalam dirinya malu terhadap Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan mengganti pujian manusia dengan pujian Nya.

Fudhail bin Iyadl berkata : “Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amal karena manusia adalah riya` dan ikhlas adalah Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa selamatkan anda dari keduanya.”

Ada orang alim lain yang berkata : “Barang siapa yang meninggalkan amal karena takut ikhlas maka ia telah meninggalkan ikhlas dan amal.

(Diterjemahkan dari buku Al Bahrur Roo-iq fiz Zuhdi War Roqoo-iq karya DR Ahmad Farid. Penerbit Muassasah al Kutub ats Tsaqofiyah, cetakan pertama, hal 117-120)


DOA AGAR TERHINDAR DARI RIYA'

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ

“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu, agar tidak menyekutukan-Mu, sedang aku mengetahuinya dan aku minta ampun terhadap apa yang tidak aku ketahui.”

Jangan Berhenti Berharap


Ada 4 lilin yang menyala,
Sedikit demi sedikit habis meleleh.
Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah
percakapan mereka

Yang pertama berkata: “Aku adalah keindahan.” “Namun manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja!” Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.

Yang kedua berkata: “Aku adalah Kasih Sayang.” “Sayang aku tak berguna lagi.” “Manusia tak mahu mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Selesai sahaja lilin itu berbicara, tiupan angin memadamkannya.

Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara:”Aku adalah Cinta” “Tak mampu lagi aku untuk terus menyala.” “Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku berguna.” “Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya. “ Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.

Tanpa terduga…
Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan
melihat ketiga Lilin telah padam.
Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata: “Ekh
apa yang terjadi?? Kalian harus terus menyala, Aku
takut akan kegelapan!”
Lalu ia mengangis tersedu-sedu.

Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:
Jangan takut, Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:
Akulah H A R A P A N “
Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin
Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin
lainnya.
Apa yang tidak pernah mati hanyalah H A R A P A N.
yang ada dalam hati kita….dan masing-masing kita
semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak
tersebut, yang dalam situasi apapun mampu
menghidupkan kembali Keindahan, Kasih Sayang
dan Cinta dengan HARAPAN-Nya…
Note :
Harapanlah yang membuat orang untuk lebih baik lagi, dimasa sekarang dan masa yang akan datang. Jadi jangan padamkan semangat dan harapanmu untuk hidup yang lebih baik…

Kata Al-Imam Ghazali r.a.

Dalam Al-Ihya menulis: Dalam diri manusia terdapat 4 sifat:

1. sabiyah (kebuasan)
2. bahimiyah (kebinatangan)
3. Syaithaniyah (kesyaitanan)
4. Rabbaniyah (ketuhanan)

Jika sifat rabbaniyahnya berhasil mengalahkan dan mengendalikan ketiga sifat yang lain, maka akan timbul sifat-sifat yang baik seperti:

* menjaga kehormatan diri (iffah)
* cukup dengan apa yang ada (qanaah)
* tenang
* zuhud
* wara’
* takwa
* malu
* jujur
* berani
* dermawan
* sabar
* suka menolong
* tahan menderita
* suka memaafkan
* teguh pendirian
* mulia
* pandai
* selalu ceria (senyum)

dan sebagainya.

Luasnya Neraka

YA ALLAH YA RAHMAN YA RAHIM, lindunglilah dan peliharakanlah kami,kedua ibubapa kami, isteri kami, anak-anak kami, kaum keluarga kami &semua orang Islam dari azab seksa api nerakaMu YA ALLAH.

Sesungguhnya kami tidak layak untuk menduduki syurgaMu YA ALLAH,namun tidak pula kami sanggup untuk ke nerakaMu YA ALLAH.
Ampunilah dosa-dosa kami, terimalah taubat kami dan terimalahsegala ibadah dan amalan kami dengan RAHMATMU YA ALLAH......AMIN.....

.: Luasnya Neraka :.

Yazid Arraqqasyi dari Anas bin Malik ra. berkata: Jibrail datangkepada Nabi saw pada waktu yg ia tidak biasa datang dalam keadaanberubah mukanya, maka ditanya oleh nabi s.a.w.: "Mengapa aku melihat kau berubah muka?"

Jawabnya: "Ya Muhammad, akudatang kepadamu di saat Allah menyuruh supaya dikobarkan penyalaan api neraka, maka tidak layak bagi orangyg mengetahui bahawa neraka Jahannam itu benar, dan siksa kubur itubenar, dan siksa Allah itu terbesar untuk bersuka-suka sebelum ia merasaaman dari padanya."

Lalu nabi s.a.w. bersabda: "Ya Jibrail, jelaskan padaku sifatJahannam."

Jawabnya: "Ya. Ketika Allah menjadikan Jahannam, maka dinyalakanselama seribu tahun, sehingga merah, kemudian dilanjutkan seribu tahunsehingga putih, kemudian seribu tahun sehingga hitam, maka ia hitamgelap, tidak pernah padam nyala dan baranya. Demi Allah yg mengutusengkau dengan hak, andaikan terbuka sebesar lubang jarum nescaya akan dapat membakarpenduduk dunia semuanya kerana panasnya. Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan satu baju ahlineraka itu digantung di antara langit dan bumi nescaya akan matipenduduk bumi kerana panas dan basinya. Demi Allah yg mengutus engkaudengan hak, andaikan satu pergelangan dari rantai yg disebut dalamAl-Quran itu diletakkan di atas bukit, nescaya akan cair sampai ke bawahbumi yg ke tujuh. Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan seorang dihujung barat tersiksa, nescaya akan terbakar orang-orang yang di hujungtimur kerana sangat panasnya, Jahannam itu sangat dalam dan perhiasannya besi,dan minumannya air panas campur nanah, dan pakaiannya potongan-potonganapi. Api neraka itu ada tujuh pintu, tiap-tiap pintu ada bahagiannyayang tertentu dari orang laki-laki dan perempuan."

Nabi s.a.w. bertanya: "Apakah pintu-pintunya bagaikan pintu-pinturumah kami?"

Jawabnya: "Tidak, tetapi selalu terbuka, setengahnya dibawah dari lainnya, dari pintu ke pintu jarak perjalanan 70,000 tahun,tiap pintu lebih panas dari yang lain 70 kali ganda." (nota kefahaman:iaitu yg lebih bawah lebih panas)

Tanya Rasulullah s.a.w.: "Siapakah penduduk masing-masing pintu?"

Jawab Jibrail: "Pintu yg terbawah untuk orang-orang munafik, dan orang-orang ygkafir setelah diturunkan hidangan mukjizat nabi Isa a.s. serta keluarga Fir'aun sedang namanya Al-Hawiyah.
Pintu kedua tempat orang-orang musyrikin bernama Jahim,
Pintu ketiga tempat orang shobi'in bernama Saqar.
Pintu ke empat tempat Iblis dan pengikutnya dari kaum majusibernama Ladha,
Pintu kelima orang yahudi bernama Huthomah.
Pintu ke enam tempat orang nasara bernama Sa'eir."

Kemudian Jibrail diam segan pada Rasulullah s.a.w. sehingga ditanya: "Mengapa tidak kau terangkan penduduk pintu ke tujuh?"

Jawabnya: "Di dalamnya orang-orang yg berdosa besar dari ummatmu yg sampai mati belum sempat bertaubat." Maka nabi s.a.w. jatuh pingsan ketika mendengar keterangan itu,sehingga Jibrail meletakkan kepala nabi s.a.w. di pangkuannya sehingga sedar kembali dan sesudah sedar

nabi saw bersabda: "Ya Jibrail, sungguh besar kerisauanku dan sangat sedihku, apakah ada seorang dari ummat kuyang akan masuk ke dalam neraka?" Jawabnya: "Ya, iaitu orang yg berdosa besar dari ummatmu."

Kemudian nabi s.a.w. menangis, Jibrail juga menangis, kemudian nabi s.a.w. masuk ke dalam rumahnya dan tidak keluar kecuali untuk sembahyangkemudian kembali dan tidak berbicara dengan orang dan bila sembahyang selalu menangis dan minta kepada Allah. (dipetik dari kitab "PeringatanBagi Yg Lalai")

Dari Hadith Qudsi: Bagaimana kamu masih boleh melakukan maksiatsedangkan kamu tak dapat bertahan dengan panasnya terik matahari Ku. Tahukah kamu bahawa neraka jahanamKu itu:

1. Neraka Jahanam itu mempunyai 7 tingkat
2. Setiap tingkat mempunyai 70,000 daerah
3. Setiap daerah mempunyai 70,000 kampung
4. Setiap kampung mempunyai 70,000 rumah
5. Setiap rumah mempunyai 70,000 bilik
6. Setiap bilik mempunyai 70,000 kotak
7. Setiap kotak mempunyai 70,000 batang pokok zarqum
8. Di bawah setiap pokok zarqum mempunyai 70,000 ekor ular
9. Di dalam mulut setiap ular yang panjang 70 hasta mengandungi lautan racun yang hitam pekat.
10. Juga di bawah setiap pokok zarqum mempunyai 70,000 rantai
11. Setiap rantai diseret oleh 70,000 malaikat

Mudah-mudahan dapat menimbulkan keinsafan kepada kitasemua. Wallahua'lam.

Al-Quran Surah Al- Baqarah Ayat 159 Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan dari keterangan-keterangan dan petunjuk hidayat, sesudah Kamiterangkannya kepada manusia di dalam Kitab Suci, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh sekalian makhluk.

Kenikmatan Hidup Bermula Dengan Ibadah

Tajdid Iman:
Oleh Dr Juanda Jaya


BERIBADAHLAH ke jalan Allah untuk mencari ketenangan jiwa dan tanda kita mensyukuri nikmat pemberian-Nya. Manusia bersedih, putus asa apabila ditarik nikmat, namun ia dugaan memperkukuh iman

NAFSU
manusia tidak mungkin berhenti pada satu noktah kepuasan dalam mencari kesenangan. Setelah menikmati nafsu yang pertama, dia memburu nafsu kedua lalu yang ketiga dan seterusnya tanpa henti melainkan dengan izin Allah SWT.

Apabila dia tidak dapat mencapai hasrat nafsunya, dia pun bersedih dan putus asa, menangis dan meratapi kenikmatan yang hilang padahal Allah SWT menahan nikmat itu bukan kerana Allah bakhil tetapi Allah amat menaruh belas kasihan kepadanya.

Supaya dia tidaklah dilalaikan dengan nafsu kerana nikmat yang dicurah selama ini, nyata membuat hatinya keras dan semakin terseleweng dari jalan Allah. Dunia yang dilihat semata-mata nikmat padahal mengandungi ujian berat bagi mereka yang sedar.

Allah SWT berfirman yang bermaksud:

“Dan janganlah kamu tujukan kedua mata mu kepada apa yang telah kami berikan kepada golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami uji mereka dengannya dan kurnia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Surah Taha ayat: 131).

Setelah memahami hakikat bahawa diri kita tidak pernah puas dengan apa yang dikejar, akhirnya kesedaran itu lahir daripada jasad yang telah lelah, hati yang gelisah dan jiwa yang terdera oleh kesibukan mencari nikmat. Seseorang tidak akan sampai kepada ketenangan jiwa melainkan dirinya berada pada suasana ibadat sepanjang masa. Seluruh perbuatannya dilakukan kerana Allah, bersama Allah dan untuk Allah ketika mencari nafkah, bergaul dengan manusia bahkan dalam perkara mubah sekalipun hendaknya kehadiran Allah sentiasa dirasai.

Orang mukmin juga mempunyai hawa nafsu, dia tidak pernah terlepas daripada pergolakan nafsunya. Kadang-kadang dia menang dan ada kalanya dia kecundang, begitulah sifat manusia yang memang lemah dan amat memerlukan petunjuk dari-Nya. Jika Allah SWT mengasihi orang mukmin maka Dia menunjukkan jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Dibukakan aibnya sedikit untuk sekadar ingatan dan diujinya dengan musibah sebagai peringatan. Kemudian dituntun hati orang yang dikasihi-Nya ke lembah hijau tempat ranumnya iman, demi mengubati kegelisahannya itu dicurahkanlah mata air jernih ilmu dan makrifat, ditolong supaya hamba-Nya itu bangkit mengabdikan diri kepada-Nya. Begitulah rahmat Allah SWT kepada orang mukmin.

Adakalanya setiap mukmin merasai kerasnya hati, malas beribadah dan longgarnya rasa pengawasan Allah ke atas dirinya. Semua itu pasti dirasai sesiapa yang bermujahadah di jalan Allah. Sepatutnya kita bersyukur kerana cepat mengenal diri saat terlangar larangan Allah atau terlupa suruhan-Nya. Kenal dengan sifat-sifat dosa dan maksiat yang mencemari hati. Kemudian berusaha mengganti kelalaian itu dengan semangat ibadah dalam kehidupan.

Rasulullah SAW bersabda:

“Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada, ikutilah perbuatan buruk itu dengan kebaikan sesungguhnya kebaikan akan menghapus keburukan dan bergaullah sesama manusia dengan akhlak yang baik.” (Hadis Hasan Riwayat Al-Tirmizi).

Semangat ibadah sentiasa timbul dan tenggelam di jiwa mukmin, untuk memastikan seorang mukmin tetap istiqamah perlu dihadirkan suntikan motivasi yang mencergaskan jiwanya untuk beribadah kepada Allah SWT.

* Ibadah tanda mensyukuri nikmat.

Kita sering melipatgandakan ibadah pada masa tertentu kononnya Allah memberi rezeki yang banyak atau kejayaan dalam bidang diceburi, maka kita amat bersungguh-sungguh mengingati jasa Allah. Menjemput saudara mara ke doa selamat, membaca Yasin, sembahyang berjemaah, memberi makan anak yatim dan bersedekah. Malangnya ada manusia apabila tidak menerima nikmat daripada Allah, mereka hilang semangat beribadah.

Padahal nikmat Allah tidak semestinya berupa harta benda, kejayaan dan kecemerlangan hidup bahkan nikmat yang paling bernilai adalah dijauhkan kita daripada musibah yang menimpa kita, anak-anak dan keluarga. Jika setiap hari kita mendengar berita jenayah, tidakkah kita bersyukur kepada Allah kerana terhindar daripada musibah dengan perlindungan-Nya?

Orang yang memahami hakikat bersyukur akan menemui di dasar hatinya bahawa tiada nikmat yang lebih besar selain menjadi orang mukmin yang diredai Allah SWT. Kerana itulah kita bersujud dan menuai amal salih setiap masa kerana jasa baik Allah ke atas kita.

Rasulullah SAW bersabda ketika bersembahyang tahajjud di bilik Aisyah walaupun kaki baginda sakit, baginda bersabda: “Afala uhibbu an akuuna abdan syakuran?”(Hadis riwayat Imam Al-Bukhari Muslim)

* Ibadah tanda percaya janji Allah.

Kitab-kitab yang menerangkan fadhilat ibadah wajib dan sunat sudah banyak diringkaskan daripada kumpulan hadis-hadis Nabi yang sahih, doa-doa Nabi yang maktsur juga menjadi keutamaan kerana ganjaran yang dikhabarkan. Ia diharapkan menjadi berita gembira yang didahulukan khabarnya di dunia, tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya dan Maha benar Allah atas segala janji-janji-Nya. Apabila hati keras dan jiwa menjadi malas, ubatilah ia dengan bacaan Al-Quran dan hadis sahih yang mengandungi unsur pujukan dan motivasi untuk mempertingkatkan iman dan amal kita di sisi Allah.

* Ibadah tanda mengutamakan Allah.

Apapun kesibukan yang membelenggu orang mukmin, hatinya tetap milik Allah. Tiada yang lebih penting daripada menjaga apa-apa yang diwajibkan-Nya dan juga amalan yang sunat. Apabila waktu berhibur dan bermain berlebihan berbanding waktu beribadah dan bekerja hendaklah disoal hati yang lalai itu mengenai siapakah sepatutnya yang lebih diutamakan?

- Penulis ialah Mufti Perlis, kini menjadi tamu pusat kajian Islam di Universiti Oxford, United Kingdom

Jiwa Mati Jika Kering Ilmu Agama

Tajdid Iman:
Bersama Dr Juanda Jaya


Hawa nafsu suka kebodohan, kemalasan jauhkan seseorang daripada Islam
APABILA Allah menghendaki kebaikan pada diri manusia, maka Dia akan menitiskan ke dalam hati mereka satu semangat cintakan ilmu-Nya. Dengan ilmu itu manusia mengerti mengenai dirinya, baik kelebihan, mahupun kelemahannya. Ilmu juga menunjukkannya jalan yang benar dan menasihati hati untuk tidak mengambil jalan salah.

Al-Imam Ibnu al-Jauzi menulis mengenai keutamaan ilmu dalam kitab Shaydul Khatir: “Ilmu sudah membawa diriku menuju pengetahuan mengenai Sang Pencipta dan ilmu menyuruhku untuk berbakti kepada-Nya. Maka aku pun tunduk di hadapan kekuasaan-Nya seraya melihat sifat-Nya. Hatiku juga berasa getaran kebesaran-Nya sehingga aku tertunduk malu kerana cinta kepada-Nya. Ilmu juga yang menggerakkan aku untuk sentiasa berada dekat ke riba-Nya dan menolong aku mencapai ketinggian ubudiyah kepada-Nya. Aku hanyut dalam kebesaran-Nya setiap kali mengingati-Nya dalam zikirku. Saat menyendiri adalah saat ibadahku untuk-Nya. Apabila terdetik hatiku mahu meninggalkan ilmu, ia berkata: Apakah kamu mahu berpaling dariku, padahal akulah yang menjadi petunjuk jalanmu sehingga kamu mengenal Allah? Aku pun menjawab: Sesungguhnya engkaulah penunjuk jalan, tetapi aku sudah sampai ke destinasi, masihkah aku memerlukan petunjuk jalan? Ilmu berkata lagi kepadaku: Oh, tidak! Setiap kali bekalmu bertambah, akan bertambah pula pengetahuanmu mengenai Kekasihmu dan kamu semakin faham bagaimana cara mendekati-Nya. Esok kamu akan tahu sebenarnya hari ini kamu masih banyak menyimpan kekurangan. Tidakkah kamu mendengar firman-Nya kepada Nabi SAW: Katakanlah (Wahai Muhammad) Oh Tuhanku, tambahkanlah ilmuku.” (Surah Taha, ayat 14)

Jika hati sudah berpaling daripada ilmu, ia akan disibukkan yang selain daripada-Nya. Saat itu anda kehilangan kemanisan bermunajat kepada Allah, itulah azab yang paling dahsyat dalam kehidupan seorang hamba.

Ilmu mengenai Islam bukan milik pelajar yang mengambil aliran agama saja. Ilmu Islam bukan terbatas hak milik ustaz dan ustazah saja. Al-Quran diturunkan bukan untuk kalangan hamba yang belajar agama, sementara orang kebanyakan tidak berhak mempelajarinya.

Maka, yang duduk di masjid ialah hanya pesara, orang yang pernah berkaitan dengan sekolah agama atau pondok, anak dan cucu imam saja.

Ramai lagi yang belum bersedia belajar mengenai Islam, bahkan mungkin tidak tergerak pun mahu menghayati agama yang diwariskan dari zaman berzaman. Bagi mereka cukuplah kiranya agama Islam itu hanya mengucap syahadat dan setahun sekali berasakan hari raya.

Semudah itukah sebenarnya agama yang perlu difahami dan diamalkan?

Hakikatnya, perkara yang menjauhkan seseorang daripada Islam ialah hawa nafsunya yang suka kepada kebodohan dan kemalasan, diperhamba oleh syahwatnya sendiri, condong kepada kejahatan dan termakan pujuk rayu syaitan. Hingga suatu masa, Allah membersihkan diri mereka daripada palitan kebusukan hawa nafsu yang menjijikkan itu.

Firman Allah yang bermaksud: “Wahai orang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah syaitan. Barang siapa yang mengikuti langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan mungkar, sekiranya tidaklah kerana kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, nescaya tidak seorangpun daripada kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Surah al-Nuur, ayat 21)

Ayat itu menegaskan cara Allah menyelamatkan manusia daripada kejahatan diri sendiri, iaitu Allah membersihkan mereka dengan kurnia-Nya yang berupa hidayah dan ilmu, ditambah lagi dengan turunnya rahmat supaya manusia tidak tenggelam di lautan kekejian dan kemungkaran.

Hidup tanpa ilmu Islam umpama badan tanpa roh. Tegasnya, jiwa manusia boleh mati disebabkan kekeringan ilmu agama. Akhirnya yang berjalan itu hanyalah makhluk manusia tanpa perasaan, hati dan arah tuju yang jelas.

Mahu ke mana dia melangkah? Di mana tempat berhenti dan destinasi yang terakhir? Langkah sekadar mengikuti kelazatan syahwatnya sendiri. Maka, ramai mengadu tidak pernah berasakan kepuasan, walaupun sudah berada di puncak kejayaan dalam kariernya, tetapi pada masa sama ramai tidak peduli naluri mereka yang sebenarnya haus akan sentuhan hidayah Allah.

Naluri manusia perlukan Allah. Mereka tidak mungkin mencapai-Nya melainkan dengan ilmu Islam. Tetapi sayang, ramai yang menunda masa untuk belajar. Tunggu pergi haji atau pencen nanti, nak Islam jika perlu untuk uruskan orang mati, kenduri tahlil, majlis makan dan doa selamat.

Islam seolah-olah hanya suatu simbol untuk sekadar membaca doa pada majlis keramaian, balik rumah nanti masing-masing dengan perangainya yang bercanggah nilai Islam. Islam itu ilmu, memeluk Islam bererti meletakkan komitmen belajar melebihi komitmen yang lain.

Sahabat Baginda SAW terdiri daripada pelbagai golongan, mereka bekerja sebagai peniaga dan petani yang berjaya. Islam sudah membuktikan semakin mereka mencintai ilmu, beriman dan berjuang untuk Islam semakin terbuka lebar pintu dunia boleh ditakluki.

Kurang daripada 50 tahun selepas kewafatan Rasulullah SAW, Islam sampai di Afrika Utara hingga Asia. Siapa kata orang yang berpegang kepada agama tidak boleh memimpin dunia?

Tetapi, kini generasi baru ada yang percaya konsep jika mahu berjaya pisahkan diri daripada Islam. Jangan campurkan urusan dunia dengan Islam. Akibatnya ilmu agama kehilangan peminatnya dan agama tidak dijadikan pegangan hidup. Ia hanya sekadar simbol rasmi milik masyarakat turun temurun.

Akhirnya yang lahir adalah generasi buta agama, tidak mesra al-Quran, alahan apabila mendengar hadis dibaca. Yang paling teruk ialah menaruh rasa curiga dan permusuhan apabila ada seseorang yang mahu menegakkan Islam. Mereka percaya, Islam menghalang kemajuan.

Puncanya kerana dari kecil hingga dewasa hatinya tidak tersentuh dengan ilmu Islam. Mereka hanya belajar bagaimana menguasai dunia, tetapi tidak tahu bagaimana menundukkan jiwa, mereka belajar memakmurkan bumi, tetapi jahil mengenai Tuhan yang Maha Menguasai langit dan bumi. Mereka tidak kenal agama melainkan kulitnya saja, bahkan condong kepada fahaman buatan manusia.

Prof Dr Hamka pernah mengingatkan pemuda yang dipengaruhi fahaman dari luar Islam pada zaman komunis bermaharajalela di Indonesia suatu ketika dulu. Hamka berkata: “Ramai pemuda sekarang ini yang bangga dengan fahaman liberalis, kapitalis, sosialis, marxis, nasionalis, materialis. Akhirnya apabila sudah kena jangkitan siflis (penyakit kelamin), kaki berjalan mengangkang dan menangis barulah balik kepada agama.”

Fahaman dan buah fikiran boleh dicipta, tetapi jangan sampai menentang agama dan wahyu. Ramai orang yang disesatkan oleh ilmunya kerana berpaling daripada ilmu Allah.

- Penulis ialah pendakwah dari Sarawak dan boleh dihubungi melalui juanda@kutpm.edu.my

Pentas Dunia

Dunia adalah pentas bagi manusia merasakan diri mereka sebagai pelakon dan sebagai sutradara. Dunia adalah tempat kita singgah sebentar sambil melepaskan penat sebelum kita sampai ketempat yang kekal abadi.

Jika kita boleh dianggap sebagai pelakon, berlakonlah dengan lakonan yang baik sehingga kita boleh mendapat anugerah tertinggi hasil dari lakonan kita. Apa yang kita harapkan adalah anugerah tertinggi dari Allah s.w.t.

Banyak lakonan yang dapat kita lakonkan jika kita mengharapkan anugerah dari Allah diantaranya:

Lakukan diri untuk kebaikan / Jauhkan diri dari kemungkaran

"Kamu adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk (faedah) manusia, Kamu mengajak kepada kebajikan dan kamu mencegah daripada kemungkaran serta kamu beriman kepada Allah.dan Rasul...."

Barangsiapa mendatangi 'arraaf' (tukang ramal) kepadanya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari." (HR.Muslim).

'Barangsiapa yang mendatangi kahin (dukun)) dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Abu Daud).

"Barang siapa daripada kamu yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia mengubah dengan tangannya (kekuasaan), apabila ia tidak berkuasa (dengan tangan) maka dengan lidahnya (teguran atau nasihat), apabila tidak kuasa (dengan lidahnya) maka dengan hatinya dan yang demikian adalah selemah-lemah iman." (Riwayat Muslim).

Jauhkan diri dari mengumpat / mencela

Sikap suka mengumpat atau menceritakan keburukan dan kelemahan orang lain dilaknat oleh Allah.

Mereka yang bersikap demikian, secara disedari atau tidak mencela dan mengaibkan orang lain yang hukumnya berdosa besar.

Ketika berbual, sama ada secara sengaja atau tidak, mereka menceritakan keburukan ketuanya, jiran, saudara mara dan orang yang lalu di hadapan mereka.

Firman Allah bermaksud: "Hai orang yang beriman, kalau datang kepada kamu orang jahat membawa berita, periksalah dengan saksama supaya kamu jangan sampai mencelakakan suatu kaum yang tidak diketahui, kemudian kamu menyesal di atas perbuatanmu itu." (Surah al-Hujurat, ayat 6)

Jauhkan diri dari melakukan zina dan maksiat

Menjauhkan diri daripada majlis-majlis yang berunsur maksiat dan mungkar. Semasa isteri sedang mengandung, ia merupakan waktu yang amat sensitif bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Oleh itu, suami isteri hendaklah menjauhi tempat-tempat maksiat seperti pesta-pesta hiburan, kelab malam, tempat perjudian, funfair, konsert-konsert yang bertentangan dengan Islam dan sebagainya.

Sabda Rasulullah s.a.w. :


Maksudnya : “Telah ditulis ke atas anak Adam itu bahagiannya daripada zina yang tidak mustahil berlaku ke atasnya iaitu :

Zina kedua biji mata ialah memandang benda-benda yang haram.

Zina kedua telinga ialah mendengar benda-benda yang haram.

Zina lidah ialah berkata-kata kalimah yang tidak baik.

Zina tangan ialah melakukan kezaliman.

Zina kaki ialah melangkah ke tempat maksiat

Zina hati ialah keinginan yang melampau dan banyak angan-angan.

Kemuncak zina ialah melakukan perbuatan zina dengan kemaluan yang dihukumkan had zina ke atasnya”

Jalan kita semakin singkat, bila-bila masa kita akan berpindah setelah penat kita berlakon, melepas kepenatan yang terasa dengan segala amalan-amalan yang sengaja dan tidak sengaja kita lakukan tanpa disedar kita tetap bergelumang dengan dosa-dosa baik yang nyata atau yang tersembunyi.

Jauhkan diri dari dosa

Siapa di antara kita yang kuat menahan malu, andai kita tahu daftar kesalahan, kedurhakaan, kemaksiatan, pelanggaran yg telah kita lakukan? Siapa di antara kita yg mampu menahan rasa hina tiada tara, jika kita mengetahui catatan prilaku buruk yg sudah kita lakukan? Hidup yg telah kita lalui singkat. Tapi siapa yg kuat menahan penyesalan akibat keburukan dan dosa yang kerap kita lakukan berulang-ulang? Dari itu bersihkan diri kita dan persiapkan diri kita dan pakaian kita sebelum kita pulang bertemu dengan Pencipta kita buat selama-lamanya. Dengan perbanyak beristighfar dan memperbaharui taubat…………..

Beristighfar, dan bertaubat

Dari itu marilah perbanyakan istighfar dan memohon keampunan daripada Allah SWT. Rasulullah menggambarkan, sebuah dosa seperti noda hitam di dalam hati. Kian banyak noda hitam dalam hati, maka hati boleh menjadi hitam legam, kelam. Sinarnya bukan hanya redup, tapi gelap. Cahayanya tertutup oleh titik-titik noda yang menjadikannya tak mampu lagi memandang dan menimbang kebenaran. "Bila seseorang melepaskan diri dari dosa, beristighfar dan bertaubat, hatinya akan cemerlang seperti semula. Tapi bila ia mengulangi perbuatan dosa maka noda hitam itu akan bertambah hingga meliputi hatinya. Allah SWT berfirman, "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka *(HR. Tirmidzi).

Demikianlah. Kemaksiatan dan dosa, ternyata boleh saja menjadi pintu kebaikan bagi pelakunya. Syaratnya harus satu, yakni perbaharui taubat. Pintu kebaikan ada dimana saja. Termasuk di hadapan pelaku kemaksiatan. Jangan mencela berlebihan perilaku maksiat yang dilakukan orang lain. Karena mungkin saja di lain kemaksiatan itu ternyata melecut pelakunya untuk melakukan keshalihan yang boleh jadi kita sama sekali tidak mampu melakukannya.

Tinggalkan kemaksiatan, sekali dosa, perbaharui taubat, jangan biarkan diri hanyut dalam nikmatnya ayunan kesalahan. Ingat, jika kita ikhlas, Allah pasti

akan menggantikan kenikmatan dosa yang kita tinggalkan dengan sesuatu yang jauh lebih indah dan nikmat sejak di dunia, terlebih di akhirat. Dengarkanlah perkataan yang diucapkan Ibnu Sirin, seorang tokoh ulama` di zaman Tabi`in yang terkenal memiliki kepekaan spiritual di zamannya. Ia mengatakan, "Tidak ada seorangpun yang meninggalkan suatu keburukan yang ia rasakan nikmat, hanya karena Allah, kecuali pasti ia akan menemukan gantinya dari Allah.."

Atau perhatikanlah sabda Rasulullah SAW, "Barangsiapa yang memalingkan pandangan dari sesuatu yang haram, maka Allah akan berikan satu titik cahaya dalam hatinya.."

Doa Mustajab

"Ya Allah, jangan kembalikan aku ke keluargakau, dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan."

Doa itu keluar dari mulut `Amru bin Jumuh, ketika ia bersiap-siap mengenakan baju perang dan bermaksud berangkat bersama kaum Muslimin ke medan Uhud. Ini adalah kali pertama bagi `Amru terjun ke medan perang, karena dia kakinya pincang. Didalam Al-Quran disebutkan: "Tiada dosa atas orang-orang buta, atas orang-orang pincang dan atas orang sakit untuk tidak ikut berperang." (Quran: Al- Fath:17)

Karena kepincangannya itu maka `Amru tidak wajib ikut berperang, di samping keempat anaknya telah pergi ke medan perang. Tidak seorangpun menduga `Amru dengan keadaannya yang seperti itu akan memanggul senjata dan bergabung dengan kaum Muslimin lainnya untuk berperang.

Sebenarnya, kaumnya telah mencegah dia dengan mengatakan: "Sadarilah hai `Amru, bahwa engkau pincang. Tak usahlah ikut berperang bersama Nabi saw."

Namun `Amru menjawab: "Mereka semua pergi ke surga, apakah aku harus duduk-duduk bersama kalian?"

Meski `Amru berkeras, kaumnya tetap mencegahnya pergi ke medan perang. Karena itu `Amru kemudian menghadap Rasulullah Saw dan berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah. Kaumku mencegahku pergi berperang bersama Tuan. Demi Allah, aku ingin menginjak surga dengan kakiku yang pincang ini."

"Engkau dimaafkan. Berperang tidak wajib atas dirimu." Kata Nabi mengingatkan.

"Aku tahu itu, wahai Rasulullah. Tetapi aku ingin berangkat ke sana." Kata `Amru tetap berkeras.

Melihat semangat yang begitu kuat, Rasulullah kemudian bersabda kepada kaum `Amru: "Biarlah dia pergi. Semoga Allah menganugerahkan kesyahidan kepadanya."

Dengan terpincang-pincang `Amru akhirnya ikut juga berperang di barisan depan bersama seorang anaknya. Mereka berperang dengan gagah berani, seakan-akan berteriak: "Aku mendambakan surga, aku mendambakan mati: sampai akhirnya ajal menemui mereka.

Setelah perang usai, kaum wanita yang ikut ke medan perang semuanya pulang. Di antara mereka adalah "Aisyah. Di tengah perjalanan pulang itu `Aisyah melihat Hindun, istri `Amru bin Jumuh sedang menuntun unta ke arah Madinah. `Aisyah bertanya: "Bagaimana beritanya?

"Baik-baik , Rasulullah selamat musibah yang ada ringan-ringan saja. Sedang orang-orang kafir pulang dengan kemarahan, "jawab Hindun.

"Mayat siapakah di atas unta itu?" "Saudaraku, anakku dan suamiku." "Akan dibawa ke mana?" "Akan dikubur di Madinah."

Setelah itu Hindun melanjutkan perjalanan sambil menuntun untanya ke arah Madinah. Namun untanya berjalan terseot-seot lalu merebah.

"Barangkali terlalu berat," kata `Aisyah. "Tidak. Unta ini kuat sekali. Mungkin ada sebab lain." Jawab Hindun.

Ia kemudian memukul unta tersebut sampai berdiri dan berjalan kembali, namun binatang itu berjalan dengan cepat ke arah Uhud dan lagi-lagi merebah ketika di belokkan ke arah Madinah. Menyaksikan pemandangan aneh itu, Hindun kemudian menghadap kepada Rasulullah dan menyampaikan peristiwa yang dialaminya: "Hai Rasulullah. Jasad saudaraku, anakku dan suamiku akan kubawa dengan unta ini untuk dikuburkan di Madinah. Tapi binatang ini tak mau berjalan bahkan berbalik ke Uhud dengan cepat."

Rasulullah berkata kepada Hindun: "Sungguh unta ini sangat kuat. Apakah suamimu tidak berkata apa-apa ketika hendak ke Uhud?"

"Benar ya Rasulullah. Ketika hendak berangkat dia menghadap ke kiblat dan berdoa: "Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku ke keluargaku dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan."

"Karena itulah unta ini tidak mau berangkat ke Medinah. Allah SWT tidak mau mengembalikan jasad ini ke Madinah" kata beliau lagi.

"Sesungguhnya diantara kamu sekalian ada orang-orang jika berdoa kepada Allah benar-benar dikabulkan. Diantara mereka itu adalah suamimu, `Amru bin Jumuh," sambung Nabi.

Setelah itu Rasulullah memerintahkan agar ketiga jasad itu dikuburkan di Uhud. Selanjutnya beliau berkata kepada Hindun: "Mereka akan bertemu di surga. `Amru bin Jumuh, suamimu; Khulad, anakmu; dan Abdullah, saudaramu."

"Ya Rasulullah. Doakan aku agar Allah mengumpulkan aku bersama mereka,: kata Hindun memohon kepada Nabi

Taqwa Dan Peringkat-Peringkatnya

Maha suci Engkau ya Allah; sungguh kami tiada memiliki ilmu kecuali yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Alhamdullilah. Segala puji syukur bagi Allah, Tuhan Sang Pencipta semua makhluk, Yang menyeru hamba-hambanya seraya mengkhususkan sebahagian dari mereka dengan hidayah dan rahmah! Dan semua itu bersesuaian dengan kehendakNya yang azali. :Sungguh kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu: “Bertakwalah kepada Allah”.(QS.4:131). Dan firman-Nya: “Allah menyeru (manusia) ke syurga Daru’s-Salam dan memimpin orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus” (QS.10:25.) Dan firman-Nya lagi: “Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya, (untuk menerima) rahmayNya (yang khusus) dan Allahlah Yang Maha mempunyai kurnia yang besar”. (QS. 2:105).

Salawat dan salam bagi junjungan dan pemimpin besar kita: Nabi Muhammad Saw, juga bagi keluarganya serta para sahabatnya, para pembela agama nan lurus.

Amma ba’du: Assalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Kepada saudaraku yang mencintai dan mengharap, yang mencari ilmu dengan bersungguh-sungguh, dan kepada setiap saudara seiman yang saling mencintai kerana Allah, Tuhan semesta alam, di mana saja keberadaannya, di penjuru Timur Bumi dan di Baratnya, di dataran dan lautan, yang datar mahupun yang berbukit-bukit dan di semua daerah sekitarnya.

Saudaraku yang tercinta,

Anda telah meminta kepada saya, agar menuliskan wasiat untuk anda, yang mudah-mudahan dapat membuat anda merasa bahagia,dan dapat anda jadikan pegangan kuat dalam perjalanan hidup anda. Untuk itulah saya akan berupaya memenuhi permintaan anda, sekalipun saya sebetulnya bukan ahlinya. Namun keinginan anda untuk mengajukan permintaan ini, demikian juga kesediaan saya utnuk memenuhi keinginan anda itu, semata-mata demi mengikuti uswah hasanah (peneladanan yang baik) yang memperoleh petunjuk dan para khalaf yang mengikuti mereka. Semoga Allah selalu meredhai mereka semuanya.

Memang sudah semenjak dahulu kala, tradisi saling mewasiati ini telah menjadi ciri khas dari akhlak mereka. Dan Allah s.w.t telah melukiskan sifat mereka itu dalam Al-Quran yang mulia, yang tiada datang kepadanya kebatilan, dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha terpuji. Sebagaimana tercantum dalam kedua surah:Al-Balad dan Wa’l-Ashri. Maka terpeganglah erat-erat dengannya dan mintalah petunjuk Allah dan pertolongan-Nya selalu.

Ketahuilah, wahai saudaraku, bahawa yang paling layak di utamakan dalam berwasiat, adalah wasiat tentang takwa kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana. Maka dengan ini, sya berwasiat kepada anda dan kepada diri saya sendiri, serta kepada segenap orang yang beriman dan kaum muslimin semuanya, agar bertakwa kepada Allah Rabb’ul –Alamin, kerana takwa merupakan sarana terpenting yang menghantarkan kepada kebahagian dunia dan akhirat. Takwa pula merupakan asas pondasi pemerkuat pilar-pilar aga,a. Kerananya, tanpa pondasi yang kukuh, sebuah bangunan akan lebih cenderung mengalami kehancuran daripada kesempurnaan.

Adapun takwa itu sendiri terdiri atas beberapa tingkatan:Pertama, menjauhi segala perbuatan maksiat dan segala yag diharamkan dalam agama. Yang demikian itu merupakan suatu kewajipan yang tidak boleh tidak. Kedua, menjauhkan diri dari perkara-perkara yang shubhat (yang meragukan, antara haram dan halal). Hal itu merupakan sikap kewaspadaan yang akan melindungi pelakunya dari terjerumus ke dalam sesuatu yang haram. Ketiga, menghindari hal-hal yang berlebihan dan tidak perlu, di antara yang mubah (yang dibolehkan, tidak diperintahkan dan tidak pula dilarang agama) demi memuaskan hawa nafsu semata-mata. Penghindaran diri seperti itu termasuk kategori ‘zuhud yang mendalam’ sepanjang pelaksanaannya disertai kerelaan dan kepuasan hati sepenuhnya atau tazahhud (yakni zuhud tingkat bawah yang dipaksakan) sepanjang pelaksanaannya masih disertai dengan perasaan enggan dan berat hati, kerana terpaksa melawan hawa nafsu. Kerananya, barang siapa meninggakan sesuatu kerana takut kepada manusia atau mengharapkan sesuatu yang ada pada mereka, maka ia-pada hakikatnya- hanya bertakwa kepada mereka dan bukan bertakwa kepada Allah. Sedangkan yang benar-benar bertakwa kepada Allah Swt, adalah yang melakukannya kerana semata-mata mengharapkan keredhaan-Nya, menginginkan pahala-Nya dan takut akan seksa-Nya.

Dan barangsiapa telah berdiri mantap dalam maqam ketakwaan, maka ia telah layak menerima ilmu yang diwariskan (‘ilm-l-wiratsah). Itulah ‘ilmu ladunni’ (al-‘ilm al-ladunniy) yang dihunjamkan Allah Swt secara langsung ke dalam hati para wali-Nya. Ilmu yang tidak tercantum dalam buku-buku, tidak tercakup dalam pengajaran yang bagaimanapun. Ilmu seperti itu, diharamkan Allah atas orang-orang yang menghamba kepada hawa nafsunya, yang telah diliputi kegelapan hati, yang hanya mementingkan selera nafsu mereka, berkaitan dengan apa yang dimakan, dipakai dan dinikahi. Ilmu ladunni seperti itulah yang diajarkan Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya yang khusus seperti diisyaratkan dalam firman-Nya: “Bertakwalah kamu kepada Allah, nescaya Allah akan mengajari kamu”. Demikian pula dalam sabda Rasullah Saw .: “ barangsiapa mengamalkan ilmu yang diketahuinya, nescaya Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.” Dan itulah buah dari amalan ilmu yang diperoleh dari Al-Quran dan Sunnah Nabi Saw., yang tersaring bersih dari segal;a noda hawa nafsu. Dan begitu pula buah dari upaya mengikuti jalan lurus yang disertai dengan penuh takwa, disamping menjauh dari sifat keangkuhan dan kebanggaan pada diri sendiri.

Dan tentunya takkan mungkin bagi seorang hamba, menyiapkan dirinya guna dapat meraih limpahan anugerah illahi yang demikian besarnya itu, tanpa sebelummnya melakukan riyadhah (pelatihan mental dan pengendalian diir) yang intensif, dengan cara memutuskan segala ajakan syahwat hawa nafsu, disertai dengan mengkonsentrasikan diri kepada Allah secara terus menerus, dalam beribadat kepada-Nya secara ikhlas dan murni semata-mata hanya untuk-Nya saja.

Empat Jenis Manusia Dalam Dunia

1. Mereka yang tidak ada lidah dan tidak ada hati.

Mereka ini ialah orang-orang yang bertaraf biasa, berotak tumpul dan berjiwa kerdil yang tidak mengenang Allah dan tidak ada kebaikan pada mereka. Mereka ini ibarat melukut yang ringan, kecuali mereka dilimpahi dengan kasih sayang. Allah dan membimbing hati mereka supaya beriman serta menggerakkan angota-anggota mereka supaya patuh kepada Allah.

Berhati-hatilah supaya kamu jangan termasuk dalam golongan mereka. Janganlah kamu layan mereka dan janganlah kamu bergaul dengan mereka. Merekalah orang-orang yang dimurkai Allah dan penghuni neraka. Kita minta dilindungi Allah dari pengaruh mereka. Sebaliknya kamu hendaklah cuba menjadikan diri kamu sebagai orang yang dilengkapi dengan Ilmu ketuhanan, Guru kepada yang baik, Pembimbing kepada agama Allah, Penyampai dan pengajak kepada manusia kepada jalan Allah.

Berjaga-jagalah jika kamu hendak mempengaruhi mereka supaya mereka patuh kepada Allah dan beri amaran kepada mereka terhadap apa-apa yang memusuhi Allah. Jika kamu berjuang di jalan Allah untuk mengajak mereka menuju Allah, maka kamu akan jadi pejuang dan pahlawan di jalan Allah dan akan diberi ganjaran seperti yang diberi kepada Nabi-nabi dan Rasul.


Nabi Muhammad SAW pernah bersabda kepada Sayyidina Ali; "Jika Allah membimbing seseorang melalui bimbingan kamu kepadaNya, maka itu terlebih baik kepada kamu dari apa-apa sahaja di mana matahari terbit".

2. Mereka yang ada lidah tetapi tidak ada hati.

Mereka bijak bercakap tetapi tidak melakukan seperti yang dicakapkannya.

Mereka mengajak manusia menuju Allah tetepi mereka sendiri lari dari Allah.Mereka benci kepada maksiat yang dilakukan oleh orang lain, tetapi mereka sendiri bergelumbang dalam maksiat itu.Mereka menunjuk kepada orang lain yang mereka itu Soleh tetapi mereka sendiri melakukan dosa-dosa yang besar. Bila mereka bersendirian, mereka bertindak selaku harimau yang berpakaian. Inilah orang yang dikatakan kepada Nabi SAW. dengan sabda;

"Yang paling aku takuti dan aku pun takut di kalangan umatku ialah orang alim yang jahat". Kita berlindung dengan Allah daripada orang alim seperti itu. Oleh itu,larilah dan jauhkan diri kamu dari orang-orang seperti itu. Jika tidak,kamu akan terpengaruh oleh kata-kata manis yang bijak erbicara itu dan api dosanya itu akan membakari kamu dan kekotoran hatinya akan membunuh kamu.

3. Mereka yang mempunyai hati tetapi tidak ada lidah.

Dia adalah seorang yang beriman.Allah telah mendindingkan mereka daripada makhluk dan menggantungkan di keliling ereka dengan tabirNya dan memberi mereka kesedaran tentang cacat cedera diri mereka. Allah menyinari hati mereka dan enyedarkan mereka tentang kejahatan yang timbul oleh kerana mencampuri urusan orang ramai dan kejahatan yang timbul oleh kerana mencampuri orang ramai dan kejahatan kerana bercakap banyak.


Mereka ini tahu bahawa keselamatan itu terletak dalam DIAM dan bekhalwat. Nabi SAW. pernah bersabda; "Barangsiapa yang diam akan mencapai keselamatan". Sabda baginda lagi; "Sesungguhnya berkhidmat kepada Allah itu terdiri dari epuluh bahagian, sembilan darinya terletak dalam diam".


Oleh itu mereka dalam golongan jenis ini adalah Wali Allah alam rahsiaNya, dilindungi dan diberi keselamatan, jaksana, rakan Allah dan diberkati dengan keredhoan dan segala yang aik akan diberikan kepada mereka.


Oleh itu, kamu hendaklah berkawan dengan mereka dan bergaul engan orang-orang ini dan diberi pertolongan kepada mereka. ika kamu berbuat demikian, kamu akan dikasihi Allah dan kamu akan dipilih dan dimasukkan dalam golongan mereka yang menjadi Wali Allah dan hamba-hambanya yang Soleh.


4. Mereka yang diajak ke dunia tidak Nampak (Alam Ghaib),

Diberi pakaian kemuliaan seperti dalam sabda Nabi SAW; Barangsiapa yang belajar dan mengamalkan pelajarannya dan mengajarkan orang yang lain, maka akan diajak ke dunia ghaib dan permuliakan".


Orang dalam golongan ini mempunyai ilmu-ilmu Ketuhanan dan tanda-tanda Allah. Hati mereka menjadi gedung ilmu Allah yang amat berharga dan orang itu akan diberi Allah rahsia-rahsia yang tidak diberi kepada orang lain.Allah telah memilih mereka dan membawa mereka hampir hampir kepadaNya.

Allah akan membimbing mereka dan membawa mereka ke sisiNya. Hati mereka akan dilapangkan untuk menerima rahsia-rahsia ini dan ilmu-ilmu yang tinggi. Allah jadikan mereka itu pelaku dan lakuanNya dan pengajak manusia kepada jalan Allah dan melarang membuat dosa dan maksiat. adilah mereka itu "Orang-orang Allah". Mereka mendapat bimbingan yang benar dan yang mengesahkan kebenaran orang lain.


Mereka ibarat timbalan Nabi-nabi dan Rasul-rasul Allah. Mereka sentosa mendapat taufiq dan hidayah dari Allah Yang Maha Agung. Orang yang dalam golongan ini adalah pada peringkat terakhir atau puncak kemanusian dan tidak ada Maqam di atas ini kecuali Kenabian. Oleh itu hati-hatilah kamu supaya jangan memusuhi dan membantah orang-orang seperti ini dan dengarlah cakap atau nasihat mereka. Oleh itu, keselamatan terletak dalam apa yang dicakapkan oleh mereka dan dalam berdamping dengan mereka, kecuali mereka yang Allah beri kuasa dan pertolongan terhadap hak dan keampunanNya.


Sheikh Abdul Qadir Al-Jailani telah bahagikan manusia itu kepada empat golongan. Sekarang terpulanglah kepada diri kita untuk memeriksa diri sendiri jika kita mempunyai fikiran. Dan selamatkanlah diri kita jika ingin keselamatan. Mudah-mudahan Allah membimbing kita menuju kepada apa yang dikasihiNya dan diredhaiNya, dalam dunia ini dan di akhirat kelak.